SIDANG PERDANA pasal 167 KUHP
Salam Sejahtera dan Wassalam buat semuanya,
kalo melihat foto yang ada, disitu terlihat
saya sedang berdiri dihadapan JPU ibu Yoklina Sitepu, SH. Pertanyaan
yang saya ajukan, kenapa saya maupun Ahli Waris tidak diberi copy
DAKWAAN?
BAP dari POLDA METRO JAYA pun kita tidak diberi, alasan Penyidik nanti JPU yang akan kasi ke kita?
Inilah cerita awal dari sebuah foto yang
terlihat, dan masih ada banyak cerita yang sangat membuat emosi jiwa
bila tahu kronologis dari awal tentang perkara yang di dakwakan ini.
Akan kah potret Hukum itu seperti yang selalu kita lihat di dalam
liputan berita televisi, yang saat ini saya harus siap mengalami nya?
atau hanya mengikuti irama Penegak Hyang digunakan ukum yang menggiring
kita sebagai “pesakitan” yang kalau kita upamakan se akan - akan kita
dibawa ketempat penjagalan… Sapi, ayam, kambing, babi atau binatang yang
siap di potong lalu seng bisa melawan? Sabar dulu…
Kitab Undang - Undang Hukum Pidana itu ada
yang berbahasa Indonesia, sudah tentu akan mudah dibaca bagi mereka yang
sudah mampu membaca dengan baik. Karena tulisan dan bahasa yang
digunakan tidak ada misteri atau memakai rumusan yang susah untuk
dihitung bagi yang tidak suka matematika.
Saat Sidang Perdanaku Senin tanggal 04 juni
2012, sesuatu berjalan normal seperti layaknya Sidang bagi perkara -
perkara yang lain. Ruang Sidang sudah siap, Hakim juga sudah ditempat
duduknya sambil menyidangkan perkara yang lebih dulu. Sampai suasana
berubah saat JPU ibu Yoklina menanyakan ke saya, apakah Muhammad Yasin
juga hadir? sayapun menjawab “ada datang untuk nonton Sidang saya,
karena hanya saya yang dapat Surat Panggilan dari pak Trimo, SH JPU
Kejati, sedangkan Yasin tidak dipanggil”. JPU ibu Yoklina, SH
menyampaikan, ya sudah surat panggilan menyusul aja nanti, saat ini
Muhammad Yasin giliran pertama untuk Sidangnya. Ya ya, lagi - lagi
alasan yang indonesia banget, memaklumi sesuatu yang secara prosedur itu
harus ada surat panggilan ataupun pemberitahuan resmi lainnya. Inilah
suatu awal yang apabila saya tidak tegas dari awal, akan sama seperti
“terdakwa” yang lainnya, datang, duduk, mendengarkan JPU mendakwa, lalu
sepakat dengan yang di dakwakan, lalu muncul bahasa akan dibantu,
“dibantu” tetap dalam penjara/tahanan atau pesakitan…
Akhirnya ada sesuatu yang baik saat didepan
pak Hakim, M. Yasin menyampaikan kepada pak Hakim bahwa kedatangannya
untuk menonton Sidang awal dari terdakwa BUDIANTO TAHAPARY, namun oleh
JPU dipaksakan untuk mengikuti persidangan. Memang M. Yasin pun terdakwa
dalam Sidang perdana ini, tetapi tidak boleh seenaknya aturan itu
dilanggar, mau mengerti atau tidak akan KUHP atau Peraturan Administrasi
Kejaksaan ataupun Peraturan Sidang, tetap saja kelakuan JPU ini seperti
pelanggar lalu lintas yang ingin buru - buru jalan walaupun lampu masih
merah. Kasian deh loe yang kena tegor dari masyarakat sipil yang tidak
berprofesi sebagai Penegak Hukum, Praktisi Hukum atau Akademisi Hukum.
Atas penyampaian didepan pak Hakim ini, akhirnya Sidang diundur sampai 2
(dua) minggu ke depan pada Senin tanggal 18 Juni 2012 dan pak Hakim
minta pagi hari dijadwalkan Sidangnya, dikarenakan saya dan M. Yasin
tidak ditahan dalam perkara ini…
Ternyata angin segar ini saya rasakan juga,
saya sampaikan kepada pak Hakim bahwa saya ataupun M. Yasin belum
mendapatkan copy dakwaan, bagaimana saya bisa tahu apa yang di dakwakan?
yang akhirnya Sidang sayapun ditunda sama waktunya dengan M. Yasin, dan
saya disuruh meminta dakwaan kepada JPU, serta mencari Penasehat Hukum
untuk mendampingi selama persidangan. Itulah yang bisa saya lakukan,
belajar sakleq saat berhadapan dengan siapapun dan itu sangat
menguntungkan dan memberi arti tersendiri.
Banyak pelajaran dari yang saya dapatkan
dengan berani tegas, berkata yang sebenarnya walaupun itu menyakitkan
bagi mereka yang mengajak kita melunak yang bisa saya katakan “indonesia
banget”. Paham tidak dengan maksud indonesia banget? itu maksudnya, jam
karet, lembek dalam bersikap, hahahihi saat sesuatu membutuhkan
ketegasan, ikut - ikutan, tidak siap mengatakan bahwa saya bertanggung
jawab, tidak komitmen dan lain - lain. Kapan saya mau maju kalau selalu
meniru apa yang tidak baik untuk Kebenaran akan Profesi yang saya
tekuni, bagi saya kembali ke masing - masing berani tidak!!! saya
berani, walaupun itu terasa pahit, karena mertua almarhum saya
memberikan nasehat yang baik… “Obat itu pahit, tapi menyembuhkan.
Sesuatu yang manis jangan keburu ditelan, sesuatu yang pahit jangan
keburu dibuang”. Dan orang tua sayapun memberikan nasehat, parang tidak
bisa memotong ulu nya (pegangannya), tapi membutuhkan parang lain untuk
membentuk ulu nya.
Inilah hal - hal indah yang saya jalani
dengan Baik sampai sejauh ini, dimana Laporan Polisi dari saksi T.
Slamet Limbong, SH pada tanggal 16 Februari 2010, baru bisa di Sidangkan
pada tanggal 04 Juni 2012. Membutuhkan waktu selama 2tahun 4bulan bagi
seorang saksi T. Slamet Limbong, SH yang notabene adalah Jenderal
Bintang Dua Pensiunan dari Kejaksaan RI. Yang menjadi pasal atas Laporan
Polisi itu 167 KUHP, yang bagi saya Polisi hanya membutuhkan waktu
paling lama 1 x 24jam untuk menahan saya. Dengan catatan saksi T. Slamet
Limbong, SH bisa membuktikan bukti KEPEMILIKAN yang SAH berupa
SERTIFIKAT. Namun saya tidak boleh bersuka dulu, tetap ingat nasehat
yang diatas. Sehingga apa yang terbaik akan saya dapatkan, khususnya
MEMOHON HIKMAT dan PANJANG SABAR dari ALLAH BAPA di SURGA yang saya
kenal bernama YEHUWA.
Buatku tetap berjuang dan tidak menganggap
remeh segala sesuatu, menghargai bantuan dari rekan, kawan, adik - adik
seperjuangan, dan terlebih lagi para Penegak Hukum yang tegas,
independen dan profesional.
Salam hormat buat semuanya,
SEMUA AKAN INDAH PADA WAKTU NYA…
ALL WILL BE BEAUTIFUL IN ITS TIME…
Comments
Post a Comment